SHARE

CARAPANDANG - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Filianingsih Hendarta mengatakan ekonomi digital dan ekosistem keuangan Indonesia dan negara-negara ASEAN memiliki potensi yang positif.

Potensi tersebut tercermin dari kerja sama bank sentral di wilayah ASEAN-5, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand, untuk sistem pembayaran regional atau ASEAN Payment Connectivity (APC) yang dimulai sejak 2022.

“Saat ini, kami juga telah bergerak dengan inisiatif konkret, seperti pembayaran cepat quick response (QR) di antara lima negara dan akan membawa langkah konkret dari Asia ke dunia,” katanya di Jakarta, Selasa.

Meski begitu, ia tak menampik masih ada tantangan serta risiko yang perlu dihadapi oleh ekosistem ekonomi digital dan keuangan ASEAN. Setidaknya, lanjut Filianingsih, terdapat lima tantangan dan risiko dalam upaya kerja sama sistem pembayaran lintas negara.

Pertama, perbedaan regulasi di tiap-tiap negara. Kedua, variasi bisnis model dan proses yang berbeda di tiap negara. Ketiga, perbedaan spesifikasi pembayaran cepat. Keempat, timbal balik dari tiap-tiap negara. Terakhir, modal pengembangan yang relatif memakan biaya besar.

Filianingsih menjelaskan perlu adanya sinergi antara otoritas terkait dan pelaku industri pembayaran untuk mendukung pengembangan kerja sama sistem pembayaran lintas negara.

Otoritas yang berwenang perlu berkomitmen dan siap mendukung strategi dan inisiatif ekonomi lintas negara agar kerja sama dapat terimplementasi dengan baik.

Di sisi lain, pelaku industri juga harus siap menangkap peluang dan menciptakan inovasi lintas negara, baik dari segi produk maupun layanan.

Dengan begitu, tahun ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk memperkuat sinergi kebijakan dan memfasilitasi kolaborasi demi keberlanjutan ekonomi digital.

“Rencana akan sia-sia kalau tanpa tindakan. Butuh adanya implementasi nyata dari pelaku industri dan regulator untuk bersinergi dan berinovasi sehingga dapat mempercepat transformasi ekonomi digital,” ujar Filianingsih.




Tags
SHARE