SHARE

Istimewa

CARAPANDANG - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan tidak ada jadwal mundur untuk proyek-proyek hilirisasi, termasuk untuk batu bara.

"Tadi juga sebelum masuk ke sini saya kumpulkan semua yang berkaitan dengan ini untuk memastikan bahwa ini selesai sesuai yang disampaikan oleh 'Air Products' dan juga tadi Menteri Investasi (mengatakan waktunya) 30 bulan. Jangan ada mundur mundur lagi, dan kita harapkan nanti setelah di sini selesai, dimulai lagi di tempat lain," kata Presiden Jokowi di Muara Enim, Sumatera Selatan, Senin.

Presiden Jokowi mengatakan hal tersebut saat melakukan "groundbreaking" proyek hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter (DME) di kabupaten Muara Enim, Sumsel. Proyek hilirasi itu sendiri merupakan kerja sama antara PT Bukit Asam, PT Pertamina, dan investor asal Amerika Serikat, Air Products.

"Ada yang nyaman dengan impor. Memang duduk di zona nyaman tuh paling enak, sudah rutinitas terus impor, impor, impor, impor, impor tidak berpikir bahwa negara itu dirugikan, rakyat dirugikan karena tidak terbuka lapangan pekerjaan," ungkap Presiden.

Padahal menurut Presiden Jokowi, dengan hanya mengurangi impor maka akan membuka lapangan pekerjaan sebanyak 11 ribu - 12 ribu.

"Kalau ada 5 investasi seperti yang ada di hadapan kita ini, 70 ribu lapangan pekerjaan akan tercipta. itu yang langsung, yang tidak langsung biasanya 2 - 3 kali lipat. Inilah kenapa saya ikuti terus, saya kejar terus," tambah Presiden.

Presiden Jokowi mengakui bahwa impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) Indonesia sangat besar yaitu sekitar Rp80 triliun dari kebutuhan Rp100-an triliun.

"Itu pun juga harus disubsidi untuk sampai ke masyarakat karena harganya juga sudah sangat tinggi sekali. Subsidinya antara Rp60 triliun - 70 triliun, pertanyaan saya apakah ini mau kita teruskan? Impor terus yang untung negara lain, yang terbuka lapangan pekerjaan juga di negara lain? Padahal kita memiliki bahan bakunya kita memiliki 'raw materialnya' yaitu batu bara yang diubah menjadi DME hampir mirip dengan LPG tadi," kata Presiden.

Presiden Jokowi juga sudah melihat langsung api dari DME untuk memasak dan api yang dari LPG kalau untuk memasak.

"Sama saja, kalau ini dilakukan yang ini saja, di Bukit Asam ini bekerja sama dengan Pertamina dan Air Products ini nanti bisa sudah berproduksi, bisa mengurangi subsidi dari APBN itu Rp7 triliun kurang lebih," tambah Presiden.

Sedangkan bila seluruh impor LPG disetop dan berpindah ke DME maka akan menghemat subsidi dari APBN hingga Rp60 triliun - Rp70 triliun.

"Ini yang terus kita kejar. Selain kita bisa memperbaiki neraca perdagangan kita karena tidak impor, kita bisa memperbaiki neraca transaksi berjalan kita karena kita nggak impor, tapi banyak memang ini perintah sudah 6 tahun yang lalu saya sampaikan, memang kita ini sudah berpuluh-puluh tahun nyaman dengan impor," ungkap Presiden.

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan impor LPG Indonesia rata-rata dalam 1 tahun adalah 6-7 juta metrik ton.

"Subsidi kita cukup besar Pak, di dalam perhitungan kami setiap 1 juta ton hilirisasi, kita bisa melakukan efisiensi kurang lebih sekitar Rp6 triliun - Rp7 triliun, itu efisiensi Pak dari subsidi. Jadi tidak ada alasan lagi untuk kita tidak mendukung program hilirisasi untuk melahirkan subtitusi impor," kata Bahlil.

Turut hadir dalam acara tersebut yaitu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

Selain itu hadir juga Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru, Direktur Utama PT Bukit Asam Arsal Ismail, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, dan CEO Local Partner Air Products Indonesia Duddy Christian.